Kata Allah Boleh Dipakai Umat Kristen, Pemerintah Malaysia Tak Terima
Sahmitra — Pemerintah Malaysia pada Senin (15/3/2021) menggugat putusan pengadilan, yang mengizinkan umat Kristen menggunakan kata “Allah” untuk menyebut Tuhan. Kata tersebut sejak lama memecah belah multi-etnis Malaysia. Umat Kristen mengeluh larangan itu akibat tumbuhnya pengaruh Islam konservatif. Namun, beberapa umat Muslim menuduh pemeluk agama Kristen telah melewati batas.
Akibatnya, konflik agama pun tak terelakkan dan memicu bentrokan selama bertahun-tahun. Pekan lalu Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur mengizinkan umat Kristen memakai kata Allah dalam publikasi, dan mencabut larangan sejak 1986 tersebut.
AFP mewartakan, hakim memutuskan larangan itu tidak konstitusional, karena undang-undang Malaysia menjamin kebebasan beragama. Akan tetapi, kemarin Pemerintah Malaysia mengajukan gugatan ke pengadilan banding dengan berkata pihaknya tidak puas dengan putusan tersebut, menurut dokumen yang dilihat AFP.
Pemerintah Malaysia sejak lama berargumen bahwa mengizinkan umat non-Muslim memakai kata “Allah” bisa membingungkan, dan membujuk Muslim untuk pindah agama. Kasus ini bermula 13 tahun lalu ketika petugas menyita materi agama dalam bahasa Melayu lokal yang berisi kata “Allah”, dari seorang pemeluk agama Kristen di bandara Kuala Lumpur.
Wanita bernama Jill Ireland Lawrence Bill itu adalah anggota kelompok masyarakat adat Malaysia. Ia lalu mengajukan gugatan hukum terhadap larangan orang Kristen menggunakan kata Allah.
Malaysia berhasil mencegah konflik agama secara terbuka dalam beberapa puluh tahun terakhir, tetapi ketegangan tetap ada bahkan meningkat. Pada 2014 sebuah gereja diledakkan dengan bom bensin, sementara itu otoritas Islam menyita Alkitab yang mencantumkan kata Allah.
Tak sampai 10 persen dari 32 juta penduduk Malaysia diperkirakan beragama Kristen, yang sebagian besar berasal dari latar belakang etnis Tionghoa, India, atau pribumi, sedangkan 60 persen beretnis Muslim Melayu.