Casino88 Online Slot99 Sbobet Slot Sbobet888 Joker1888 88bet Slot39 7mmbet Slot388 Joker138 Joker888

Legenda dibalik Sesshō-seki, batu keramat di Jepang yang belum lama ini terbelah dua

SAHMITRA – Di kaki gunung Chausu yang berada di prefektur Tochigi, Jepang, pada sebidang tanah tandus yang dipenuhi bebatuan, terdapat ditengah-tengahnya sebuah batu besar berwarna gelap yang diikat dengan shimenawa dan shide.

Shide, kertas berbentuk zigzag dan tali jerami beras Shimenawa biasa digunakan dalam berbagai ritual pemurnian dalam agama Shinto. Tempat atau benda yang terikat oleh Shimanewa dan Shide ini menunjukkan ruang suci atau murni. Di mana roh hidup didalamnya.

Ya, batu tersebut bukan lah sembarang batu. Itu adalah Sesshō-seki atau “Batu Pembunuh” yang menurut mitos Jepang merupakan rumah bagi roh rubah jahat berekor sembilan. Maret lalu batu itu ditemukan terbelah dua, yang memicu ketakutan di antara penduduk setempat dan pengguna media sosial yang meyakini bahwa terbelahnya batu tersebut menandakan roh rubah jahat yang selama ini terkurung didalamnya kini bebas berkeliaran.

Kisah dari rubah jahat ini berawal di tahun 1000 sebelum Masehi di Tiongkok. Menurut mitos orang Tiongkok disebut Huli jing yang adalah makhluk-makhluk mitologi yang mampu berubah-ubah bentuk. Huli jing dapat berupa roh baik atau jahat. Huli jing yang paling terkenal adalah rubah berekor sembilan yang disebut jiuweihu. Mengapa rubah? Karena rubah dipercaya adalah hewan mistis yang dapat berubah bentuk menjadi seorang manusia.

Konon, istri dari Kaisar Dinasti Yin, adalah perwujudan dari rubah jahat. Dia menipu sang Kaisar untuk memperlakukan rakyatnya dengan buruk hingga mengakibatkan pemerintahannya digulingkan. Kemudian rubah jahat itu pindah ke India dan menjadi istri pertama sang pangeran. Dia menggodanya untuk memenggal ribuan orang. Tapi salah satu pengikut sang pangeran berhasil membuka kedoknya dan si rubah jahat langsung menghilang. Pada tahun 753, rubah jahat berubah wujud seorang gadis muda dan menyelinap ke kapal utusan Jepang yang hendak kembali ke Jepang.

Sampai di Jepang, rubah jahat menyamar sebagai wanita istana yang anggun. Menyebut dirinya Tamamo-no-Mae, ia bertugas di istana Kaisar yang sudah pensiun yakni Kaisar Toba (1103-1156) dan berhasil membuat Kaisar itu jatuh cinta padanya. Namun, tiba-tiba Kaisar Toba jatuh sakit dan keadaaanya semakin parah.  Tidak ada yang mengetahui secara jelas mengapa sang Kaisar tiba-tiba jatuh sakit. Hingga akhirnya seorang peramal, Abe Yasunari, akhirnya mengetahui dan mengungkap rencana rubah jahat untuk menghancurkan bangsa. Mereka bertarung dengan hebat dan akhirnya rubah menunjukkan ekornya, dan dia memiliki Sembilan, kemudian dia melarikan diri ke Nasu, salah satu area di prefektur Tochigi.

80.000 tentara Kekaisaran dikerahkan untuk memburu rubah jahat. Rubah jahat melakukan perlawanan tetapi tentara akhirnya memojokkan rubah di gang buntu. Kemudian, salah satu prajurit melepaskan busur panah ke arah rubah. Rubah jahat itu kemudian berubah bentuk menjadi batu raksasa yang mengeluarkan racun yang kuat. Setiap orang atau hewan yang mendekati batu itu terbunuh oleh gas beracunnya. Tidak ada burung, serangga atau pun tanaman yang bisa hidup didekatnya. Maka dari itu penduduk sekitar menamai batu itu Sesshō-seki yang artinya batu pembunuh.

Banyak biksu mencoba meredakan amarah rubah jahat tetapi tidak satupun yang berhasil menghilangkan racunnya. Berabad-abad kemudian, biksu Gennō (1329-1400) datang ke Nasu. Dia memurnikan tubuh dan jiwanya dengan pemandian air panas sebelum pertempuran. Kemudian dia mulai melantunkan mantra sutra khusus berulang-ulang dengan sungguh-sungguh dan memukul batu itu dengan palu besar. Batu itu lalu pecah menjadi tiga bagian. Satu terbang ke prefektur Fukushima, satu lagi mendarat di Hiroshima dan satu lagi tetap berada di Nasu.

Sejak itu, ritual malam hari yang disebut Gojinkasai dilakukan setiap hari Minggu terakhir bulan Mei untuk menjinakkan roh rubah jahat. Penabuh genderang memakai pakaian putih, wig emas dan topeng rubah sambil menabuh genderang khusus yang disebut genderang rubah sembilan ekor. Dan peserta ritual lainnya membawa obor. Mereka semua berjalan dari Kuil Nasu Onsen ke Sesshō-seki.