Casino88 Online Slot99 Sbobet Slot Sbobet888 Joker1888 88bet Slot39 7mmbet Slot388 Joker138 Joker888

Orang Singapura Mengaku menjadi mata-mata China di AS

Seorang pria berkewarganegaraan Singapura, pada Jumat (24/07/2020), mengaku bersalah di pengadilan federal karena bekerja sebagai mata-mata China di Amerika Serikat.

Pengakuan ini menambah daftar insiden antara China dan AS yang hubungannya memanas dalam beberapa waktu terakhir.

Jun Wei Yeo, nama pria tersebut, dituduh menggunakan profesinya sebagai konsultan politik di AS untuk mengumpulkan informasi bagi intelijen China.

Yeo, yang juga dikenal sebagai Dickson Yeo, mengaku bekerja sebagai mata-mata ilegal pemerintah China selama 2015 hingga 2019. Pengakuan itu dirilis Kementerian Kehakiman AS.

Informasi yang dikumpulkan Yeo berkaitan dengan urusan non-publik. Dalam pengakuannya, dia berkata selama ini mencari orang-orang AS yang bekerja untuk dinas rahasia.

Mereka, kata Yeo, dipaksanya menulis laporan untuk klien-klien palsunya.

Persidangan ini bergulir setelah Yeo ditangkap tahun otoritas AS tahun 2019.

US official outside the former Chinese consulate in Houston, 24 July 2020

Ilmuwan asal China

Dalam kasus berbeda, AS menangkap peneliti asal China, benerma Juan Tang yang mereka tuduh menyembunyikan relasinya dengan militer China.

Perempuan berusia 37 tahun itu adalah satu dari empat warga China yang dituduh AS memalsukan visa. Mereka dituduh berbohong soal status mereka di Angkatan Bersenjata China.

Juan Tang adalah ditahan di California. Pemerintah AS menuding konsulat China di San Francisco memberangkatkannya.

Hingga saat ini belum ada keterangan bagaimana otoritas AS menangkapnya.

Merujuk laporan kantor berita Associated Press, sejumlah agen FBI menemukan foto-foto Juan Tang dalam seragam tentara China. Mereka menganalisis beberapa artikel berbahasa China yang mengungkap afiliasinya dengan militer China.

Laporan berita yang sama mengutip University of California Davis yang menyebut Juan Tang meninggalkan pekerjaannya sebagai peneliti tamu di Departemen Onkologi Radiasi, Juni lalu.

Trump Xi composite image

Mengapa hubungan AS-China memanas?

China baru-baru ini memerintahkan penutupan konsulat AS di Chengdu.

Ini adalah tanggapan mereka atas penutupan konsulat China di Houston, AS.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan perintah penutupan konsulat di Houston itu berkaitan dengan tuduhan pencurian kekayaan intelektual oleh mata-mata China.

Sebaliknya, Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, mengatakan langkah AS didasarkan pada ‘kebohongan anti-China’.

Terdapat sejumlah faktor yang memanaskan hubungan kedua negara ini. AS menuduh China menyebarkan Covid-19. Tanpa menjabarkan bukti, Presiden AS Donald Trump menyebut virus corona berasal dari sebuah laboratorium di kota Wuhan.

Sementara itu, dalam pernyataan tidak berdasar, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Maret lalu, berkata bahwa militer AS membawa virus ke Wuhan.

Hubungan AS dan China tak kunjung membaik dalam perang tarif sejak tahun 2018.

Trump sejak lama menuduh China melakukan perdagangan yang tidak fair serta melakukan pencurian kekayaan intelektual.

Namun di China muncul persepsi bahwa AS berusaha menjegal China yang melesat sebagai kekuatan ekonomi global.

amerika

AS menjatuhkan sanksi kepada politikus China yang mereka tuduh bertanggung jawab atas pelanggaran HAM terhadap minoritas Muslim di Xinjiang.

Selama ini China dituduh melakukan penahanan massal, penganiayaan berbasis agama dan sterilisasi paksa terhadap warga Uighur.

China selalu membantah tuduhan itu dan balik menuduh AS mencampuri secara kotor urusan domestik mereka.

Bagaimana terkait Hong Kong?

Penerapan Undang-Undang Keamanan di Hong Kong juga menjadi sumber ketegangan mereka dengan AS dan Inggris.

AS pekan lalu mencabut status perdagangan khusus Hong Kong. Ini memungkinkan China menghindari tarif yang dikenakan kepada barang-barang mereka oleh AS.

AS dan Inggris menganggap undang-undang itu sebagai ancaman terhadap kebebasan yang telah dinikmati Hong Kong berdasarkan perjanjian tahun 1984 antara Cina dan Inggris.

Perjanjian itu diteken sebelum kedaulatan Hong Kong dikembalikan ke China.

Hong Kong

Inggris belakangan juga memicu kemarahan China dengan menawarkan status kewarganegaraan untuk sekitar tiga juta penduduk Hong Kong.

China menanggapinya dengan mengancam akan berhenti mengakui jenis paspor Inggris. Paspor itu dipegang banyak penduduk Hong Kong.